Kamis, 11 Februari 2016

Arti kata Sambaliung

Arti kata "SAMBALIUNG"
SAMBA artinya SEMBAH dan LIUNG artinya TINGGI
Maknanya adalah "Menyembah Yang Maha Tinggi "

Rabu, 10 Februari 2016

Sejarah Perpecahan Dua Kerajaan di Berau

Pada awalnya bernama Kerajaan Berau, Raja Berau yang pertama adalah Baddit Dipattung dengan gelar Aji Surya Nata Kusuma 1377-1401. Lalu pada permulaan abad ke XVII pergantian Raja secara teratur dari ayah kepada anak spt yg terjadi 9 generasi terdahulu tdk terbagi lg. Karena Aji Dilayas Raja ke IX berputra dua orang Pangeran yg berlainan ibu yaitu Pangeran Tua dan Pangeran Dipati.  Sesudah Aji Dilayas mangkat kedua pangeran ini masing-masing didukung keluarga ibunya bersikeras mau menjadi raja. Akhirnya dengan keputusan musyawarah kerajaan kedua pangeran dan seterusnya keturunan mereka bergantian menjadi raja. Hingga akhirnya sampai pada Raja Alam (Sultan Alimuddin )  putera Sultan Amiril Mukminin turunan Pangeran Tua. Ketika giliran Raja Alam terjadi kericuhan sebab turunan Pangeran Dipati sudah 5 kali mendapat giliran sebagai Raja sedang turunan Pangeran Tua baru 4 kali. Suasana menjadi tegang hal ini memicu terjadinya insiden dibeberapa tempat. Setiap musyawarah kerajaan dan kedua keluarga dalam penetapan giliran selalu timbul persengketaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup kedua keluarga ini. Lalu diputuskan untuk membagi wilayah atas dua Kesultanan. Yaitu sebelah Utara sungai Berau (Kuran) serta tanah kiri kanan sungai Segah menjadi Kerajaan Gunung Tabur diperintah oleh Sultan Gazi Mahyudin (Sultan Aji Kuning II ) kemudian sebelah Selatan sungai Berau (Kuran) dan tanah kiri kanan sungai Kelay menjadi Kerajaan Sambaliung diperintah oleh Raja Alam  (Sultan Alimuddin ). Kedudukan pemerintah di Muara Bangun dipindahkan. Sultan Aji Kuning II memilih Gunung Tabur yg terletak disebelah kanan  Muara cabang sungai Segah sebagai pusat pemerintahannya.  Sultan Alimuddin ( Raja Alam ) memindahkan pusat pemerintahannya  di kampung Gayam sebelah kanan masuk sungai Kelay disebut Tanjoeng. Sesuai dengan keputusan Seminar Hari Jadi Kota Tanjung Redeb tahun 1992 peristiwa itu terjadi pada tanggal 15 September tahun 1810 yang selalu diperingati di Berau setiap tahun sebagai Hari Jadi Kota Tanjung Redeb. Sultan Alimuddin inilah Sultan pertama dari Tanjung yang kemudian bernama Kerajaan Sambaliung. Dulu posisi istananya ada di Tanjung dekat Muara kanan sungai Kelay tetapi dibakar dan dihancurkan oleh Belanda. Setelah kerajaan Berau terbagi dua, kedua Kesultanan ini hidup berdampingan secara damai, karena mereka sadar bahwa mereka berasal dari satu rumpun keluarga besar Aji Surya Nata Kusuma. Kesultanan Sambaliungpun membangun istananya kembali. Hanya penulis-penulis sejarah Belanda membesar-besarkan perbedaan pendapat antara kedua Kesultanan itu sesuai dengan politik adu domba demi suksesnya penjajahan mereka. Jadi saat perpecahan terjadi bukan karena campur tangan Belanda justru setelah perpecahan tsb Belanda berusaha ingin menghancurkan keduanya.

Wisata Sejarah Keraton Sambaliung

Destinasi "Wisata Sejarah"

☆ KERATON SAMBALIUNG ☆

Sepanjang perjalanan sejarahnya "Keraton Sambaliung" ini dibangun sekitar tahun 1930-an menghadap sungai Kelay. Pembangunan ditahun 1930-an di bagian depan seperti nampak pada gambar Photo hitam putih karena sebelumnya bagian tengah dan belakang sudah berdiri jauh sebelum tahun 1930-an tsb. Bangunan ini berciri arsitektur China karena memang merupakan bangunan lama. Tiang-tiang dan kayunya berbahan ulin yang kuat dan kokoh. Sehingga masih tegak berdiri hingga detik ini di Kecamatan Sambaliung. Keraton Sambaliung ini bukan museum karena tidak banyak benda peninggalan kerajaan di dalamnya oleh sebab itu disebut dengan "keraton". Dulu Sultan Sambaliung mendiami keraton ini sebagai tempat untuk menjalankan semua aktivitas sehari-hari sebagai Sultan. Hingga sampai Sultan terakhirnya yaitu Sultan Muhammad Aminuddin 1902-1960. Keraton ini juga sempat terkena serangan bom sekutu pada 23 April tahun 1945 menjelang sholat dzuhur, namun setiap bom yang dijatuhkan ke arah keraton selalu terlempar ke samping dan ke depan sungai sebaliknya keraton Gunung Tabur hancur dan terbakar menyisakan tiang-tiang hangus di area keratonnya. Sejak insiden tsb keraton Sambaliung masih ada sampai dengan sekarang sebagai saksi bisu sejarah perjalanan para Sultan yang dulu pernah ada disana. Setelah sekian tahun masa Kerajaan /Kesultanan berakhir para anak-anak Sultan Muhammad Aminuddin masih menempati keraton tersebut hingga Pemda Berau membuatkan rumah bangsalan di belakang keraton. Hal ini bertujuan supaya Keraton Sambaliung dapat terus dilestarikan dan dijaga sebagai peninggalan sejarah kerajaan dan sebagai bukti kejayaan masa lalu agar masih bisa disaksikan hingga saat ini.

Dua Tugu Prasasti Aksara Bugis dan Arab Melayu

Destinasi "WISATA SEJARAH"

DUA TUGU PRASASTI
Ini adalah dua tugu yang sebelumnya berdiri di depan arah menuju masuk ke dalam Keraton Sambaliung. Awalnya berdiri di depan namun mengingat perlunya melestarikan peninggalan sejarah akhirnya kedua tugu tsb dipindahkan ke samping Keraton Sambaliung dan dibuatkan wadah khusus agar terlindungi dari panas dan hujan. Menurut berita ayah dari Pangeran Petta yaitu Petta To Rawe yang menuliskan Piagam Aksara Bugis  pada Gerbang Istana Keraton Sambaliung tsb.

Kida-kida

KIDA-KIDA
" wisata budaya dan adat-istiadat "
Kida-kida adalah hiasan yang terbuat dari lempengan kuningan berbentuk daun digunakan sebagai aksesoris  dalam melengkapi keindahan singasana atau pelaminan pernikahan. Hiasan ini biasanya digantung pada kain kuning yang menempel di singgasana atau pelaminan dengan memberi jarak antara satu dengan yang lain. Makna yang dapat kita tangkap dari hiasan ini adalah melambangkan kebersamaan dan keteraturan karena susunannya yang rapi dan cantik. Di dalam keluarga keraton Sambaliung kebiasaan menghiasi singasana dan pelaminan ini sudah berlangsung dari jaman dulu setiap mengadakan acara. Selain acara pernikahan adapula yang menghias menggunakan kida-kida ini saat acara naik ayun anak bayi yang baru lahir dikalangan keluarga Kesultanan Sambaliung.

Pemberian Gelar Kepada Gubernur Kaltim

Late post 》Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan Gunung Tabur memberikan gelar kepada bapak H. Awang Faroek Ishak selaku Gubernur Kalimantan Timur karena jasa dan pengabdian beliau. Pada tanggal 18-September-2011 saat momentum memperingati Hari Jadi Kota Tanjung Redeb ke-201 dan Kabupaten Berau ke-58. Gelar yang diberikan yaitu " Aji Datu Suraraja", acara ini berlangsung di Keraton Kesultanan Sambaliung. Dahulu sejak jaman Sultan pemberian gelar kepada seseorang yang dianggap berjasa dan menyumbangkan kontribusi yang baik terhadap Kesultanan biasanya mendapatkan gelar dari Raja/Sultan hanya saja gelar tersebut tidak berlaku untuk anaknya cukup kepada ayahnya saja. Jadi anak orang yang diberi gelar tidak dapat memakai gelar ayahnya di depan namanya. Di Kesultanan Sambaliung sendiri ada beberapa orang yang mendapatkan gelar itu bahkan diangkat menjadi penasehat dan punggawa Raja/Sultan. Namun untuk jaman modern sekarang ini pemberian gelar itu lebih kepada orang-orang yang telah banyak berjasa dalam pembangunan suatu daerah spt Gubernur,  Bupati misalnya sesuai dengan prestasi dan kinerjanya.